Konten [Tampil]
Tadi
pagi saat aku terbangun dari tidur, tidak sengaja melihat ada bercak merah di
tanganku. “Darimana darah itu berasal? sementara tak satupun di tubuhku ada
bekas luka” pikirku. Setelah itu aku
beranjak dari tempat tidurku, dan berdiri di depan cermin. Ternyata darah itu
berasal dari telinga, sementara tadi
malam pun telinga ku tidak terasa sakit ataupun apa-apa. Pokoknya seakan tidak
terjadi apa-apa.
Pikiran
buruk mulai bermunculan di otakku, penyakit apa ini? Berbahaya tidak? Atau
mungkin... ah mungkin ini hanya penyakit biasa.Tetap saja aku tidak bisa
menghalau semua pikiran buruk yang mulai bermunculan. Setelah itu aku bertanya
dengan orang rumah, tanteku. “Ini kenapa ya telingaku berdarah?” tanyaku. “Udah
itu tidak apa-apa hanya penyakit biasa saja. “Tapi aku takut kalo apa-apa”
rengekku. Dengan perasaan yang penuh kekhawatiran, kegelisahan, ah pokoknya
semuanya campur aduk. Saat di sekolahpun aku tak berhenti berpikir keras, aku
takut, sangat takut jika terjadi apa-apa. Aku takut jika penyakit ini terlalu
berbahaya, untukku dimasa depan. Ah, pikiran buruk apa ini!
Pas di
jalan pun waktu berboncengan sama teman pergi ke sekolah, eh ternyata gak
sengaja nabrak kucing (read : bukan aku yang nyetir). Waktu itu aku lagi
ngelamun soal insiden darah waktu di rumah, eh tiba-tiba merasa sepeda motor
yang aku naiki terasa oleng. “Kenapa ki?” tanyaku. Waktu merasa oleng tadi aku
sekilas melihat seperti ada yang berlari, mungkin itu kucing pikirku. Dan aku
baru sadar ternyata tadi kami menabrak kucing. Kami pun berhenti tidak jauh
dari TKP, temanku mulai panik. “Kucingnya mati atau apa ya?” tanyanya mulai
panik. Aku yang dibelakang pun juga panik, kaki ku gemetaran. Setelah itu ada
orang yang melihat kejadian itu, kata ibu-ibu itu “ Udah trus aja tidak
apa-apa” teriaknya. Tanpa pikir panjang
kami meneruskan perjalanan, karena jam sudah menunjukkan pukul setengah
delapan. Kamipun berdoa semoga aja
kucingnya tidak apa-apa. Amin Yarabbal Alamin, Maafkan kami juga Ya Allah ini
atas tidak kesengajaan :’)
Pas
disekolah aku tidak terlalu memikirkan insiden berdarah itu lagi saat
ketawa-ketawa sama teman, tapi saat sendirian ah itu yang bakal jadi kepikiran.
Sekitar jam 12 siang, aku pulang ke rumah. Kuletakkan tas ditempat biasa, dan
duduk di depan meja belajar. Lagi-lagi aku kepikiran dengan insiden telinga itu
(lagi), seketika menjadi cengeng. Hiks...Hiks...Hiks :’) Air mata ini jatuh
bukan karena apa-apa, hanya saja aku sedih saat seperti ini berasa banget jauh
sama orang tua. Berasa banget jaraknya, ketika hanya bisa bilang lewat sms
seperti ini “Ma, pa telinga aku
berdarah” . Ketika mereka hanya bisa memberi perhatian cuma lewat telpon, Cuma
bisa lewat alat elektronik. Ngebayangin
aja seandainya mereka sekarang disini, mungkin aku takkan menangis seperti ini.
Meskipun rasanya udah terbiasa tanpa mereka, tapi saat-saat sakit aku sangat
membutuhkan mereka. Sangat membutuhkan mereka :’) Aku iri saat-saat teman yang
lain dalam keadaan sakit, di samping mereka ada orang tua yang menguatkan
mereka. Ah, ini memang lebay tapi inilah faktanya. Aku sadar perhatian orang
tua tidak akan sama dengan orang lain, sangat tidak sama. Jauh dari mereka bisa
membuatku mandiri, tapi nyatanya saat sakit seperti ini aku menjadi cengeng.
Miss u a lot my parents :*
Malam ini
rencananya mau pergi ke dokter untuk memeriksakan keadaan telinga yang malang
ini. Eh ternyata lagi-lagi manusia hanya bisa berencana tuhan yang menentukan.
Hampir ¼ jalan dari rumah malah kembali, kata paman aku besok aja deh langsung
kerumah sakit sekalian di rontgen. Ya aku iyain aja deh, Berharap hasil
diagnosa dokter besok tidak mencengangkan dan tidak terjadi apa-apa. Amin :)
banyak banget yah insidenya, sabar aja :)
ReplyDeleteIya sabar kok :)
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung :)